Pengertian Puisi
Pengertian PuisiPuisi adalah pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan yang merangsangimajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama (Pradopo 1987:7)Perngertian puisi di atas mencakup arti cukup luas karena menafsirkan puisi sebagai hasilpenjaringan penglaman yang dapat atau dialami oleh seseorang. Dan menyusunnya secarasistematis sebagai makna satu dan yang lainnya.Dari pengertian di atas juga diartikan bahwa puisi merupakan karya seni yang erat hubungannyadengan bahasa dan jiwa. Tersusun dengan kata-kata yang baik sebagai hasil curahan lewat mediatulis yang bersifat imajinatif oleh pengarangnya untuk menyoroti aspek kehidupan yangdialaminya.Atas dasar itulah penulis mengemukakan bahwa puisi pada hakikatnya adalah curahan perasaansi penciptanya sehingga keberadaan suatu puisi tidak terlepas dari keberadaan pikiran, perasaan,dan lingkungan si penciptannya.Jika seseorang menyelami sebuah puisi, berarti ia berusaha mencari siapa dan bagaimanakeberadaan penciptanya atau penyairnya.Oleh sebab itu, mendeklamasikan puisi tidak lain darimengepresikan makana sesuai dengan cita rasa penyairnya.Ditinjau dari pendekatan intuisi, puisi merupakan hasil karya yang mengandung pancarankebenaran dan dapat diterima secara universal. Karenanya, karya puisi sangat dekat denganlingkungannya, mudah diketahui bahkan sudah diketahui dan bukan sebaliknya menimbulkankeanehan atau bahkan kekaburan (Pradopo 1987:8).Penjelmaan kembali suatu peristiwa yang tercurah lewat karya tulis puisi merupakan prosesimajinasi yang matang yang berhasil lahir dengan energik dan alami.Untuk memberikan batasanpada puisi sangatlah sukar dilakukan secara pasti. Puisi mempunyai rangkaian unsur-unsur yangapabila salah satunya hilang atau terlepas, maka akan mengurangi makna universal yangterkandung dalam sebuah puisi.
Adapun unsur-unsur yang dimaksud dalam puisi terebut sebagai berikut :
1. Tema Unsur penting dalam puisi adalah tema atau makna utuh, yaitu apa yang dimaksud dengankeseluruhan pusis adalah mengandung keseluruhan makna yang bulat. Makna keseluruhan dalampuisi itu timbul sebagai akibat pengungkapan diksi (imaji, kias, ligas, simbolik), bunyi disampingbentuk penyajiannya. Tema dalam puisi merupakan sumber dari pengungkapan gagasan pokok puisi (Pradopo 1987:12).
2. RasaYang dimaksud dengan rasa dalam puisi adalah sikap penyair dalam pokok persoalan yangterdapat dalam puisinya.
3. NadaYang dimaksud dengan nada puisi adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karya ciptanya.
4. AmanatPenyair disamping mengemukakan pendapt, mencurahkan perasaannya mungkin juga inginmenyampaikan sesuatu amanat kepada pembaca. Amanat itu ada kalanya dikemukakan secaratersurat, tetapi ada juga yang dikemukakan secara tersirat.
5. Gaya BahasaYang dimaksud gaya bahasa dalam puisi adalah gaya bahasa yang intensif dan mampu memberiirama tersendiri dalam penulisan puisi, yang bersifat konsentrasi dan intensifikasi.
6. Bunyi dan IramaIrama dalam puisi adalah gerakan biasa yang sederhana, seperti yang terjadi pada ombak-ombak lautan atau hati insaniInilah unsure-unsur puisi yang bias engantar imajinasi pembaca untuk melakukan batasan-batasan tertentu dalam memaknai sebuah puisi.
Sebagai contoh dari ungkapan sebuah puisi yang energik, menggambarkan bentuk diri danlingkungan penyairnya yang telah diungkapkan kedalam makna ketinggian imajinasi sebagaisuatu bentuk puisi yang lahir dari perasaan dan pikiran oleh pengarangnya.
Penggambaran ungkapan tersebut dapat dikemukakan pada sebuah puisi Chairil Anwar ³AKU´sebagai berikut :
AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalan
Dari kumpulan terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang-menerjang
Luka dan bias kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Jabrohim (Ed).2002:12)Ungkapan, luapan perasaan di atas merupakan intuisi yang mengandung pernyataan ketinggalandalam berbagai pengertian yang lahir secara alami dan enerjik melalui hasil perpaduan perasaandan pemikiran pengarangnya dengan berdasar pada pengalaman yang telah dialaminya.
Analisa mengenai baca puisi oleh Junaedie, membagi 6 kategori, yakni :
1) Baca biasa
Baca biasa dimaksudkan adalah membaca puisi tanpa mempertimbangkan bagaimana seharusnyaatau selayaknya baca puisi, apa isinya, apa amanah penyairnya dan sebagainya.Membaca biasa,biasanya orang tidak terlalu terbebani. Salah satu keuntungan membaca biasa ini adalah menumbuhkan kebiasaan seseorang mengepresiasi puisi. Disinilah salah satu tujuan membaca biasa.
2) Baca vokalis
Baca vokalis adalah pelafalan suatu puisi dengan fonem-fonem secara sempurna dan tepat.Sempurna dimaksudkan bawha fonem-fonem dilafalkan sesuai dengan hakekatnya melalui analisa yang dalam sehingga terdengar sebagaimana mestinya. Tepat dimaksud di sini bahwa fonem-fonem adalah hasil dari alat ucap yang bersangkutan.
3) Baca gramatikal
Dimaksudkan baca puisi yang memperdulikan faktor-faktor gramatikalnya seperti tanda baca,kelompok kata atau prase.
4) Baca puitis
Dimaksudkan adalah dengan memperhatikan unsur-unsur seperti irama, intonasi, keseimbangan.Tanpa memperdulikan hal-hal tersebut di atas maka bacaan terdengar hambar dan tidak membuat seseorang tergugah perasaannya.
5) Deklamasi puisi
Adalah penampilan (baca) puisi secara ekspresif. Untuk penampilan yang ekspresif ini mutlak didukung oleh penglapalan fonem yang tepat dan sempurna. Bacaan gramatikal yang tepat,bacaan puitis yang baik, penghayatan serta pemahaman yang baik terhadap isi puisi yangdibawakan.
6) Dramatisasi puisi
Dramatisasi puisi dapat diartikan melakukan atau melakonkan sesuatu sehingga makna ataupun maksud puisi menjadi jelas. Puisi-puisi yang dilakonkan atau didramakan ditampilkan didepankhalayak ramai sebagai penonton. Dalam pelakonan tersebut orang yang melakonkan harussejalan dengan pelakon yang lain dalam artian harus ada kekompakan.Akibatnya,bentuk dramatisasi puisi Berwujud sebagai fragmen atau drama dimana kerja kelompok sangatdiperlukan (Pamela, 2004 : 14).
referensi: file scribd:///C:/Users/intel/Downloads/Pengertian-Puisi.htm
Sabtu, 17 Desember 2011
Sabtu, 10 Desember 2011
Pengertian Cerpen dan Unsur-Unsur Cerpen
Pengertian Cerpen
Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek, disebut demikian karena jumlah halamannya yang sedikit, situasi dan tokoh ceritanya juga digambarkan secara terbatas (Rani, 1996:276).
Mengutip Edgar Allan Poe, Jassin (1961:72) mengemukakan cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (dalam Nurgiyantoro, 2000:72).
Dalam bukunya berjudul Anatomi Sastra (1993:34), Semi mengemukakan: cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.
Masih menurut Semi, dalam kesingkatannya itu cerpen akan dapat menampakan pertumbuhan psikologis para tokoh ceritanya, hal ini berkat perkembangan alur ceritanya sendiri. Ini berarti, cerpen merupakan bentuk ekspresi yang dipilih dengan sadar oleh para sastrawan penulisnya.
Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750-10.000 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni.
1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah.
2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah.
3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14).
Berdasarkan teknik cerpenis dalam mengolah unsur-unsur intrinsiknya cerpen dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yakni.
1. Cerpen sempurna (well made short-story), cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam
2. Cerpen tak utuh (slice of life short-story), cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.
Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur-unsur intrinsik karya sastra berbentuk cerpen, adalah unsur-unsur pembangun struktur cerpen yang ada di dalam cerpen itu sendiri, yakni : (1) tema, (2) tokoh, (3) alur, (4) latar, (5) teknik penceritaan, dan (6) diksi.
Dari enam unsur instrinsik cerpen di atas, hanya unsur tokoh dan penokohan saja yang dibahas dalam penelitian ini. Sehubungan dengan itu maka teori sastra yang dikutip pada bagian landasan teori ini hanya teori tentang tokoh dan penokohan saja.
Cerpen merupakan karya sastra yang harus mempunyai unsur intrinsik yang disebut tokoh dan penokohan, karena peristiwa demi peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali, sudah pasti adalah peristiwa yang diandaikan sebagai peristiwa yang dialami oleh para tokoh ceritanya. Jelasnya, tanpa tokoh mustahil ada cerita dan tanpa cerita tak ada karya sastra.
Tokoh cerita bisa dibedakan berdasarkan peranannya, yakni tokoh utama, tokoh pembantu, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh inilah yang menjadi pendukung tema utama dalam cerita. Berdasarkan watak yang diperankan, tokoh utama dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis (tokoh baik), tokoh antagonis (tokoh jahat), tokoh wirawan/wirawati (tokoh baik pendukung tokoh protagonis), dan tokoh antiwirawan/antiwirawati (tokoh jahat pendukung tokoh antagonis). Dalam kasus di mana tokoh utamanya lebih dari satu orang maka tokoh yang lebih penting disebut tokoh inti (tokoh pusat).
Para tokoh dimaksud, lebih-lebih tokoh protagonis dan tokoh antagonisnya harus digambarkan sebagai tokoh dengan profil yang utuh. Menurut Mido (1994:21), tokoh utama harus digambarkan sebagai tokoh yang hidup, tokoh yang utuh, bukan tokoh mati yang sekadar menjadi boneka mainan ditangan pengarangnya. Tokoh cerita harus digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kepribadian, berwatak dan memiliki sifat-sifat tertentu.
Gambaran lengkap profil tokoh utama yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
1. Dimensi fisiologis, meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, kadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan.
2. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa.
3. Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak/karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus.
Dalam rangka menggambarkan dimensi fisiologis, psikologis, dan sosioloogis, para tokoh ceritanya, para pengarang ada yang melakukannya secara langsung dengan metode diskursif (eksplisit) dan ada pula yang melakukannya secara tidak langsung dengan metode dramatik (implisit).
Metode langsung (eksplisit) mengarah pada cara pengarangnya yang menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisioloogis), ciri-ciri fisik (dimensi fisikologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita. Sementara metode tidak langsung (implisit) mengarah pada cara mengarangnya yang tidak menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisiologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita (Mido, 1994:22-23).
Menurut Mido (1994:24-36), watak tokoh cerita dalam metode tidak langsung (implisit) dilukiskan melalui sejumlah deskripsi yang bersifat implisit seperti : (1) melalui deskripsi fisik, (2) melalui deskripsi mimik dan sikap tubuh, (3) melalui ucapan dan pikiran tokoh yang bersangkutan, (4) melalui deskripsi perbuatan, (5) melalui dialog antara tokoh cerita, (6) melalui deskripsi kepemilikan atas benda-benda dan lingkungan tempat tinggalnya, (7) melalui nama tokoh, dan (8) melalui reaksi, ucapan dan pendapat tokoh lain.
Unsur Ekstrinsik Cerpen
Para kritikus sastra saling berbeda-beda dalam menetapkan unsur-unsur apa saja yang termasuk dalam lingkup struktur ekstrinsik karya sastra berbentuk prosa fiksi. M. Atar Semi berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakapi faktor sosial-ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik, kegamaan, dan tata nilai yang dianut dalam masyarakat (1993:35).
Hampir sama dengan itu adalah pendapat Frans Mido yang berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakupi semua unsur-unsur seperti : sosiologi, ideologi, politik, ekonomi, dan kebudayaan (1994:14). Mengutip Wellek dan Warren (1956:75-135), Nurgiyantoro menyebutkan bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam lingkup struktur ekstrinsik ini antara lain.
1. Keadaan subjektifitas individu pengarang (seperti: sikap, keyakinan, dan pandangan hidup);
2. Psikologi, meliputi psikologi pengarang, psikologi pembaca, dan psikologi terapan;
3. Keadaan lingkungan di sekitar pengarang (seperti : politik, ekonomi, dan sosial);
4. Pandangan hidup suatu bangsa (ideologi) ; dan
5. Karya sastra atau karya seni lainnya (2000:24).
referensi:
http://farhan-bjm.blogspot.com/2011/09/pengertian-cerpen-dan-unsur-unsur.html
Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek, disebut demikian karena jumlah halamannya yang sedikit, situasi dan tokoh ceritanya juga digambarkan secara terbatas (Rani, 1996:276).
Mengutip Edgar Allan Poe, Jassin (1961:72) mengemukakan cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (dalam Nurgiyantoro, 2000:72).
Dalam bukunya berjudul Anatomi Sastra (1993:34), Semi mengemukakan: cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.
Masih menurut Semi, dalam kesingkatannya itu cerpen akan dapat menampakan pertumbuhan psikologis para tokoh ceritanya, hal ini berkat perkembangan alur ceritanya sendiri. Ini berarti, cerpen merupakan bentuk ekspresi yang dipilih dengan sadar oleh para sastrawan penulisnya.
Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750-10.000 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni.
1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah.
2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah.
3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14).
Berdasarkan teknik cerpenis dalam mengolah unsur-unsur intrinsiknya cerpen dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yakni.
1. Cerpen sempurna (well made short-story), cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam
2. Cerpen tak utuh (slice of life short-story), cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.
Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur-unsur intrinsik karya sastra berbentuk cerpen, adalah unsur-unsur pembangun struktur cerpen yang ada di dalam cerpen itu sendiri, yakni : (1) tema, (2) tokoh, (3) alur, (4) latar, (5) teknik penceritaan, dan (6) diksi.
Dari enam unsur instrinsik cerpen di atas, hanya unsur tokoh dan penokohan saja yang dibahas dalam penelitian ini. Sehubungan dengan itu maka teori sastra yang dikutip pada bagian landasan teori ini hanya teori tentang tokoh dan penokohan saja.
Cerpen merupakan karya sastra yang harus mempunyai unsur intrinsik yang disebut tokoh dan penokohan, karena peristiwa demi peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali, sudah pasti adalah peristiwa yang diandaikan sebagai peristiwa yang dialami oleh para tokoh ceritanya. Jelasnya, tanpa tokoh mustahil ada cerita dan tanpa cerita tak ada karya sastra.
Tokoh cerita bisa dibedakan berdasarkan peranannya, yakni tokoh utama, tokoh pembantu, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh inilah yang menjadi pendukung tema utama dalam cerita. Berdasarkan watak yang diperankan, tokoh utama dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis (tokoh baik), tokoh antagonis (tokoh jahat), tokoh wirawan/wirawati (tokoh baik pendukung tokoh protagonis), dan tokoh antiwirawan/antiwirawati (tokoh jahat pendukung tokoh antagonis). Dalam kasus di mana tokoh utamanya lebih dari satu orang maka tokoh yang lebih penting disebut tokoh inti (tokoh pusat).
Para tokoh dimaksud, lebih-lebih tokoh protagonis dan tokoh antagonisnya harus digambarkan sebagai tokoh dengan profil yang utuh. Menurut Mido (1994:21), tokoh utama harus digambarkan sebagai tokoh yang hidup, tokoh yang utuh, bukan tokoh mati yang sekadar menjadi boneka mainan ditangan pengarangnya. Tokoh cerita harus digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kepribadian, berwatak dan memiliki sifat-sifat tertentu.
Gambaran lengkap profil tokoh utama yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
1. Dimensi fisiologis, meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, kadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan.
2. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa.
3. Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak/karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus.
Dalam rangka menggambarkan dimensi fisiologis, psikologis, dan sosioloogis, para tokoh ceritanya, para pengarang ada yang melakukannya secara langsung dengan metode diskursif (eksplisit) dan ada pula yang melakukannya secara tidak langsung dengan metode dramatik (implisit).
Metode langsung (eksplisit) mengarah pada cara pengarangnya yang menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisioloogis), ciri-ciri fisik (dimensi fisikologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita. Sementara metode tidak langsung (implisit) mengarah pada cara mengarangnya yang tidak menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisiologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita (Mido, 1994:22-23).
Menurut Mido (1994:24-36), watak tokoh cerita dalam metode tidak langsung (implisit) dilukiskan melalui sejumlah deskripsi yang bersifat implisit seperti : (1) melalui deskripsi fisik, (2) melalui deskripsi mimik dan sikap tubuh, (3) melalui ucapan dan pikiran tokoh yang bersangkutan, (4) melalui deskripsi perbuatan, (5) melalui dialog antara tokoh cerita, (6) melalui deskripsi kepemilikan atas benda-benda dan lingkungan tempat tinggalnya, (7) melalui nama tokoh, dan (8) melalui reaksi, ucapan dan pendapat tokoh lain.
Unsur Ekstrinsik Cerpen
Para kritikus sastra saling berbeda-beda dalam menetapkan unsur-unsur apa saja yang termasuk dalam lingkup struktur ekstrinsik karya sastra berbentuk prosa fiksi. M. Atar Semi berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakapi faktor sosial-ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik, kegamaan, dan tata nilai yang dianut dalam masyarakat (1993:35).
Hampir sama dengan itu adalah pendapat Frans Mido yang berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakupi semua unsur-unsur seperti : sosiologi, ideologi, politik, ekonomi, dan kebudayaan (1994:14). Mengutip Wellek dan Warren (1956:75-135), Nurgiyantoro menyebutkan bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam lingkup struktur ekstrinsik ini antara lain.
1. Keadaan subjektifitas individu pengarang (seperti: sikap, keyakinan, dan pandangan hidup);
2. Psikologi, meliputi psikologi pengarang, psikologi pembaca, dan psikologi terapan;
3. Keadaan lingkungan di sekitar pengarang (seperti : politik, ekonomi, dan sosial);
4. Pandangan hidup suatu bangsa (ideologi) ; dan
5. Karya sastra atau karya seni lainnya (2000:24).
referensi:
http://farhan-bjm.blogspot.com/2011/09/pengertian-cerpen-dan-unsur-unsur.html
Langganan:
Postingan (Atom)